Rabu, 24 Agustus 2011

Resep ikan

Resep Ikan: Pallu Kaloa

Bondan Winarno : detikFood

detikcom - Jakarta, Rawon khas Makasar ini sangat unik rasanya. Aroma kluwek yang khas dipadu dengan rempah-rempah yang komplet plus kepala ikan yang lembut gurih. Slruup... sedap menggoda!

Bahan:
1 kg kepala ikan kakap
½ butir kelapa, parut, sangrai hingga kering
Bumbu:
10 siung bawang merah
3 siung bawang putih
3 buah kaloa (kluwek, keluwak)
2 lembar daun salam
2 batang serai
1 kelingking (2 cm) lengkuas
1 potong kecil (2 cm) kayu manis
1 sdm gula merah
1 sdm ketumbar (biji, bukan bubuk)
1 sdt jintan (biji, bukan bubuk)
1 sdt merica (biji, bukan bubuk)
5 butir cengkeh
Asam Jawa secukupnya
Garam secukupnya

Cara membuat:

  • Bersihkan kepala ikan kakap lalu cuci. Lumuri air jeruk nipis. Sisihkan.
  • Tumbuk kelapa sangrai sampai keluar minyak. (Di Makassar umum disebut kelapa gongseng)
  • Tumis ketumbar, merica, dan jintan dengan sedikit minyak, lalu haluskan.
  • 5 siung bawang merah dirajang dan digoreng menjadi bawang merah goreng (dipakai sebagai taburan di atas sajian).
  • Sisa bawang merah, bawang putih, dan seai dirajang kemudian digoreng dengan minyak.
  • Masukkan kepala ikan dan teruskan menggoreng sebentar.
  • Tambahkan bumbu halus dan satu liter air, masak hingga mendidih.
  • Campur kaloa dan asam jawa dengan setengah liter air, haluskan, kemudian saring.
  • Masukkan daun salam, cengkeh, kayu manis, larutan asam dan kaloa ke dalam rebusan.
  • Setelah mendidih, masukkan kelapa gongseng sampai kuah menjadi sedikit kental. Angkat.
  • Sajikan dengan taburan bawang goreng.
Untuk 4 orang

Resep diperoleh dari:
Rachmi Nurma, SP
RM Ulu Juku'
Jl.Abdullah Daeng Sirua 219, Makassar
Jl. A.P. Pettarani (depan Ramayana), Makassar
0411 4593165796484, 456520

Riset disponsori oleh PT Tiga Pilar Sejahtera Tbk.


Sent from my iPhone

Senin, 22 Agustus 2011

FW: I'tikaf On lIne: Tawadhu' (Plus Qanaah & Wara')

 

1.      TAWADHU’

Sudah masuk hari ke 22. Sudahkah mencicipi lezatnya taqwa (the ultimate goal of shaum Ramadhan). Ulama sufi mengurai 3 unsur huruf pembentuk TAQWA (T=Tawadhu”, Q=Qanaah dan W= Wara’). Jika ditanya, “Mana hadits shahihnya”, dipastikan saya tidak bisa menyodorkannya. Tentunya dibuang sayang  warisan hasanah keilmuan ini; yang dapat memperhalus budi pekerti, memperindah dan menyirami amaliah yang bisa jadi kering kerontang lantaran hanya ditakar dengan pendekatan formil-fiqiyah semata. Baiklah, kita mengaji yang satu dulu, Tawadlu’

Ibnu Taimiyah memahami tawadhu’ sebagai menunaikan segala yang haq dengan bersungguh-sungguh, taat menghambakan diri kepada Allah sehingga benar-benar menjadi hamba Allah, (bukan hamba orang banyak, bukan hamba hawa nafsu dan bukan karena pengaruh siapa pun) dan tanpa menganggap dirinya tinggi.

Ibnu Qayyim Al-Jauzi lebih jauh mengurai, salah satu tanda kebahagiaan dan kesuksesan adalah tatkala seorang hamba semakin bertambah ilmunya maka semakin bertambah pula sikap tawadhu’ dan kasih sayangnya. Semakin bertambah amalnya maka semakin meningkat pula rasa takut dan waspadanya. Seiring bertambah usianya, maka berkuranglah ketamakan nafsunya. Setiap kali bertambah hartanya maka bertambahlah kedermawanan dan kemauannya untuk membantu sesama. Dan setiap kali bertambah tinggi kedudukan dan posisinya maka semakin dekat pula dia dengan manusia dan berusaha untuk menunaikan berbagai kebutuhan mereka serta bersikap rendah hati kepada mereka.

Al-Ghazali dan Abdul Qadir Jaelani mendifiniskan tawadhu’ sebagai, ketika melihat hamba Allah selalulah memiliki nilai lebih dibanding dirinya. Fokusnya adalah Allah Sang Maha Paripurna, selainnya nisbi. Bahwa semua karunia dan kenikmatan bersumber dari Allah SWT.  Yang dengan pemahamannya tersebut maka tidak pernah terbersit sedikitpun dalam hatinya kesombongan dan merasa lebih baik dari orang lain, tidak merasa bangga dengan potrensi dan prestasi yang sudah dicapainya. Ia tetap rendah diri dan selalu menjaga hati dan niat segala amal shalehnya dari segala sesuatu selain Allah. Tetap menjaga keikhlasan amal ibadahnya hanya karena Allah.

Ketika bersua dengan yang lebih muda benaknya berbisik, ia lebih mulia karena lebih sedikit dosanya. Sebaliknya yang lebih tua juga dianggapnya lebih mulia karena telah lebih lama ibadahnya. Ia menghormati orang bodoh, karena dosanya dilakukan karena ketidaktahuan, sedang ia berdosa justru dengan ilmunya. Sebailknya ia juga hormat kepada ilmuan, karena amalnya lebih mulia, ada rujukan ilmunya.

Bila bergaul dengan orang miskin, ia iri oleh cepatnya hisab di alam masyhar kelak (Nabi Sulaiman AS adalah nabi yang paling akhir masuk surga karena hisabnya paling lama). Sebaliknya ia juga iri kepada kedermawanan orang kaya. Kepada pendosa pun ia tidak pernah mencela. Karena boleh jadi Allah SWT kelak memberi hidayah meraih husnul khatimah. Sedangkan ia tidak memiliki jaminan apapun untuk taat sampai akhir hayat. Innamal a’malu bi khawatimiha

Bolehkah kita merasa diri sudah tawadhu’? Ibnu Athaillah (Al-Hikam) wanti-wanti. Sesiapa yang merasa diri sudah mencapai maqam tawadhu’, maka saat itu ia sungguh-sungguh sedang sombong (mutakabbiran haqqan). Tawadhu’ adalah jalan hidup, arah, sekaligus tujuan yang harus dirangkaki dengan mujahadah. Tetapi kita tidak boleh sekalipun merasa telah sampai tujuan.

Wallahu a’lam bish shawab.

2. QANAAH

Nrimo ing pandum artinya merasa cukup, ridha atau puas atas karunia dan rezeki yang diberikan Allah SWT serta menjauhkan diri dari sifat tidak puas dan merasa kurang. Selalu sangka baik, husnudldlan atas apapun, berapapun karuniaNYA mengiringi ikhtiar keras untuk mengais bekal hidup. Bahkan, ketiadaan selainNYA adalah hakekat hidupnya, asalkan DIA terus memeluknya (laa ilaaha illallah). Qanaah adalah buah dari kedalaman ma’rifat akan Ke-Maha Sempurnaan Allah SWT, Sang pemilik Asmaulhusna. Apapun produk dan pemberianNya tidak pernah catat.Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak ada seorangpun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Fathiir: 2)

Sikap yang demikian itu akan mendatangkan rasa adem ayem dalam hidup dan terjauhkan dari sifat serakah dan tamak. Nabi Muhammad SAW bersabda, sungguh beruntung orang yang masuk Islam dan rizqinya cukup dan merasa cukup dengan apa-apa yang telah Allah berikan kepadanya. (H.R.Muslim). Qanaah adalah kaya hakiki, “Tidaklah kekayaan itu dengan banyak harta, tetapi sesungguhnya kekayaan itu ialah kekayaan jiwa.” (HR Bukhari dan Muslim)

 

3. WARA

Ati-ati lan nastiti. Para sufi mendefinisikan wara’ berdasarkan pengalaman dan pemahaman masing-masing. Wara’ adalah menjauhi syubhat karena khawatir terjatuh ke dalam yang haram (Al-Jurjani di dalam At-Ta’rîfât). Meninggalkan apa saja yang ditakutkan bahayanya di akhirat (Ibnul Qayim di dalam Madârij as-Sâlikîn). Wara’ dari apa-apa yang ditakutkan akibatnya (di akhirat), yaitu apa-apa yang telah jelas keharamannya dan dari apa saja yang masih diragukan keharamannya dan jika ditinggalkan tidak menimbulkan mafsadat (bahaya) yang lebih besar daripada bila dilakukan (Ibn Taimiyah). Meninggalkan apa-apa yang meragukanmu, menghilangkan apa saja yang bisa mendatangkan aib bagimu, mengambil yang lebih dipercaya (diyakini) dan membawa diri pada yang paling hati-hati (Shalih bin Munjid).

Al-Ghazali mengenalkan wara’ ash-shiddiqîn, yaitu meninggalkan hal mubah yang tidak bermanfaat dalam menguatkan ibadah atau ketaatan. Muslim yang memiliki wara’ pada tingkatan ini akan selalu bertanya pada dirinya sendiri, “Adakah manfaat bagiku untuk menguatkan ibadah, melakukan ketaatan dan meningkatkan taqarrub kepada Allah jika aku mengkonsumsi, menggunakan atau melakukan hal mubah ini?” Jika tidak ada, hal mubah itu pun ia tinggalkan.

Rasul SAW tidak mau tidur menggunakan alas yang empuk dan lebih memilih tidur beralaskan tikar tipis agar mudah bangun untuk shalat malam. Atau sikap orang yang sedikit makan, menghindari makanan yang dapat menyebabkan kegemukan, kolesterol tinggi dan gangguan kesehatan lainnya, walaupun halal. Agar ia tetap sehat sehingga bisa melakukan ketaatan dengan baik. Atau Kyai Kampung yang menghindar jajan di warung sedapat mungkin, walau membayarnya dari kocek sendiri yang halal. Karena baginya itu aib dan tidak yakin betul sumber materi dan processing jajanan. Setiap yang masuk ke dalam perutnya akan menembus dinding sel-sel di sekujur tubuh. Dan syetan berselancar ria melalui media makanan yang haram (fisik dan non-fisik). Korupsi?

Seorang hamba tidak akan mencapai derajat muttaqîn hingga ia meninggalkan apa-apa yang tidak bermasalah karena takut terhadap apa-apa yang bermasalah (HR Tirmidzi, Ibn Majah, al-Hakim, al-Baihaqi dan ath-Thabarani).

Wallahu a’lam bish shawab

 

***** This message may contain confidential and/or privileged information. If you are not the addressee or authorized to receive this for the addressee, you must not use, copy, disclose or take any action based on this message or any information herein. If you have received this communication in error, please notify us immediately by responding to this email and then delete it from your system. PT Pertamina (Persero) is neither liable for the proper and complete transmission of the information contained in this communication nor for any delay in its receipt. *****

Zakat

8 Golongan Penerima Zakat

Jumat, 06 Agustus 2010 00:00

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Dalam dua artikel sebelumnya kami telah membahas syarat-syarat zakat dan panduan zakat emas, perak dan mata uang. Pada kesempatan kali ini kami akan membahas tema menarik lainnya tentang zakat yaitu golongan yang berhak menerima zakat. Semoga bermanfaat.

Golongan yang berhak menerima zakat adalah 8 golongan yang telah ditegaskan dalam Al Qur'an Al Karim pada ayat berikut,

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ

"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk [1] orang-orang fakir, [2] orang-orang miskin, [3] amil zakat, [4] para mu'allaf yang dibujuk hatinya, [5] untuk (memerdekakan) budak, [6] orang-orang yang terlilit utang, [7] untuk jalan Allah dan [8] untuk mereka yang sedang dalam perjalanan." (QS. At Taubah: 60) Ayat ini dengan jelas menggunakan kata "innama", ini menunjukkan bahwa zakat hanya diberikan untuk delapan golongan tersebut, tidak untuk yang lainnya.[1]

Golongan pertama dan kedua: fakir dan miskin.

Fakir dan miskin adalah golongan yang tidak mendapati sesuatu yang mencukupi kebutuhan mereka.

Para ulama berselisih pendapat manakah yang kondisinya lebih susah antara fakir dan miskin. Ulama Syafi'iyah dan Hambali berpendapat bahwa fakir itu lebih susah dari miskin. Alasan mereka karena dalam ayat ini, Allah menyebut fakir lebih dulu baru miskin. Ulama lainnya berpendapat miskin lebih parah dari fakir.[2]

Adapun batasan dikatakan fakir menurut ulama Syafi'iyah dan Malikiyah adalah orang yang tidak punya harta dan usaha yang dapat memenuhi kebutuhannya. Seperti kebutuhannya, misal sepuluh ribu rupiah tiap harinya, namun ia sama sekali tidak bisa memenuhi kebutuhan tersebut atau ia hanya dapat memenuhi kebutuhannya kurang dari separuh. Sedangkan miskin adalah orang yang hanya dapat mencukupi separuh atau lebih dari separuh kebutuhannya, namun tidak bisa memenuhi seluruhnya.[3]

Orang yang berkecukupan tidak boleh diberi zakat

Orang yang berkecukupan sama sekali tidak boleh diberi zakat, inilah yang disepakati oleh para ulama. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,

لاَ حَظَّ فِيهَا لَغَنِىٍّ

"Tidak ada satu pun bagian zakat untuk orang yang berkecukupan."[4]

Apa standarnya orang kaya yang tidak boleh mengambil zakat?

Standarnya, ia memiliki kecukupan ataukah tidak. Jika ia memiliki harta yang mencukupi diri dan orang-orang yang ia tanggung, maka tidak halal zakat untuk dirinya. Namun jika tidak memiliki kecukupan walaupun hartanya mencapai nishob, maka  ia halal untuk mendapati zakat. Oleh karena itu, boleh jadi orang yang wajib zakat karena hartanya telah mencapai nishob, ia sekaligus berhak menerima zakat. Demikian pendapat mayoritas ulama yaitu ulama Malikiyah, Syafi'iyah dan salah satu pendapat dari Imam Ahmad.[5]

Apa standar kecukupan?

Kecukupan yang dimaksud adalah kecukupan pada makan, minum, tempat tinggal, juga segala yang mesti ia penuhi tanpa bersifat boros atau tanpa keterbatasan. Kebutuhan yang dimaksud di sini adalah baik kebutuhan dirinya sendiri atau orang-orang yang ia tanggung nafkahnya. Inilah pendapat mayoritas ulama.[6]

Bolehkah memberi zakat kepada fakir miskin yang mampu mencari nafkah?

Jika fakir dan miskin mampu bekerja dan mampu memenuhi kebutuhannya serta orang-orang yang ia tanggung atau memenuhi kebutuhannya secara sempurna, maka ia sama sekali tidak boleh mengambil zakat. Alasannya karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

لاَ حَظَّ فِيهَا لَغَنِىٍّ وَلاَ لِذِى مِرَّةٍ مُكْتَسِبٍ

""Tidak ada satu pun bagian zakat untuk orang yang berkecukupan dan tidak pula bagi orang yang kuat untuk bekerja."[7]

Dalam hadits yang lain, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَحِلُّ الصَّدَقَةُ لِغَنِىٍّ وَلاَ لِذِى مِرَّةٍ سَوِىٍّ

"Tidak halal zakat bagi orang yang berkecukupan, tidak pula bagi orang yang kuat lagi fisiknya sempurna (artinya: mampu untuk bekerja, pen)"[8]

Berapa kadar zakat yang diberikan kepada fakir dan miskin?

Besar zakat yang diberikan kepada fakir dan miskin adalah sebesar kebutuhan yang mencukupi kebutuhan mereka dan orang yang mereka tanggung dalam setahun dan tidak boleh ditambah lebih daripada itu. Yang jadi patokan di sini adalah satu tahun karena umumnya zakat dikeluarkan setiap tahun. Alasan lainnya adalah bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam biasa menyimpan kebutuhan makanan keluarga beliau untuk setahun. Barangkali pula jumlah yang diberikan bisa mencapai ukuran nishob zakat.

Jika fakir dan miskin memiliki harta yang mencukupi sebagian kebutuhannya namun belum seluruhnya terpenuhi, maka ia bisa mendapat jatah zakat untuk memenuhi kebutuhannya yang kurang dalam setahun.[9]

Golongan ketiga: amil zakat.

Untuk amil zakat, tidak disyaratkan termasuk miskin. Karena amil zakat mendapat bagian zakat disebabkan pekerjaannya. Dalam sebuah hadits disebutkan,

لاَ تَحِلُّ الصَّدَقَةُ لِغَنِىٍّ إِلاَّ لِخَمْسَةٍ لِغَازٍ فِى سَبِيلِ اللَّهِ أَوْ لِعَامِلٍ عَلَيْهَا أَوْ لِغَارِمٍ أَوْ لِرَجُلٍ اشْتَرَاهَا بِمَالِهِ أَوْ لِرَجُلٍ كَانَ لَهُ جَارٌ مِسْكِينٌ فَتُصُدِّقَ عَلَى الْمِسْكِينِ فَأَهْدَاهَا الْمِسْكِينُ لِلْغَنِىِّ

"Tidak halal zakat bagi orang kaya kecuali bagi lima orang, yaitu orang yang berperang di jalan Allah, atau amil zakat, atau orang yang terlilit hutang, atau seseorang yang membelinya dengan hartanya, atau orang yang memiliki tetangga miskin kemudian orang miskin tersebut diberi zakat, lalu ia memberikannya kepada orang yang kaya."[10]

Ulama Syafi'iyah dan Hanafiyah mengatakan bahwa imam (penguasa) akan memberikan  pada amil zakat upah yang jelas, boleh jadi dilihat dari lamanya ia bekerja atau dilihat dari pekerjaan yang ia lakukan.[11]

Siapakah Amil Zakat?

Sayid Sabiq mengatakan, "Amil zakat adalah orang-orang yang diangkat oleh penguasa atau wakil penguasa untuk bekerja mengumpulkan zakat dari orang-orang kaya. Termasuk amil zakat adalah orang yang bertugas menjaga harta zakat, penggembala hewan ternak zakat dan juru tulis yang bekerja di kantor amil zakat."[12]

'Adil bin Yusuf al 'Azazi berkata, "Yang dimaksud dengan amil zakat adalah para petugas yang dikirim oleh penguasa untuk mengunpulkan zakat dari orang-orang yang berkewajiban membayar zakat. Demikian pula termasuk amil adalah orang-orang yang menjaga harta zakat serta orang-orang yang membagi dan mendistribusikan zakat kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Mereka itulah yang berhak diberi zakat meski sebenarnya mereka adalah orang-orang yang kaya."[13]

Syeikh Muhammad bin Sholih Al 'Utsaimin mengatakan, "Golongan ketiga yang berhak mendapatkan zakat adalah amil zakat. Amil zakat adalah orang-orang yang diangkat oleh penguasa untuk mengambil zakat dari orang-orang yang berkewajiban untuk menunaikannya lalu menjaga dan mendistribusikannya. Mereka diberi zakat sesuai dengan kadar kerja mereka meski mereka sebenarnya adalah orang-orang yang kaya. Sedangkan orang biasa yang menjadi wakil orang yang berzakat untuk mendistribusikan zakatnya bukanlah termasuk amil zakat. Sehingga mereka tidak berhak mendapatkan harta zakat sedikitpun disebabkan status mereka sebagai wakil. Akan tetapi jika mereka dengan penuh kerelaan hati mendistribusikan zakat kepada orang-orang yang berhak menerimanya dengan penuh amanah dan kesungguhan maka mereka turut mendapatkan pahala. Namun jika mereka meminta upah karena telah mendistribusikan zakat maka orang yang berzakat berkewajiban memberinya upah dari hartanya yang lain bukan dari zakat."[14]

Berdasarkan paparan di atas jelaslah bahwa syarat agar bisa disebut sebagai amil zakat adalah diangkat dan diberi otoritas oleh penguasa muslim untuk mengambil zakat dan mendistribusikannya sehingga panitia-panitia zakat yang ada di berbagai masjid serta orang-orang yang mengangkat dirinya sebagai amil bukanlah amil secara syar'i. Hal ini sesuai dengan istilah amil karena yang disebut amil adalah pekerja yang dipekerjakan oleh pihak tertentu.

Memiliki otoritas untuk mengambil dan mengumpulkan zakat adalah sebuah keniscayaan bagi amil karena amil memiliki kewajiban untuk mengambil zakat secara paksa dari orang-orang yang menolak untuk membayar zakat.

Golongan keempat: orang yang ingin dilembutkan hatinya.

Orang yang ingin dilembutkan hatinya. Bisa jadi golongan ini adalah muslim dan kafir.

Contoh dari kalangan muslim:

Contoh dari kalangan kafir:

Golongan kelima: pembebasan budak.

Pembebasan budak yang termasuk di sini adalah: (1) pembebasan budak mukatab, yaitu yang berjanji pada tuannya ingin merdeka dengan melunasi pembayaran tertentu, (2) pembebasan budak muslim, (3) pembebasan tawanan muslim yang ada di tangan orang kafir.[16]

Golongan keenam: orang yang terlilit utang.

Yang termasuk dalam golongan ini adalah:

Pertama: Orang yang terlilit utang demi kemaslahatan dirinya.

Namun ada beberapa syarat yang harus dipenuhi:

Kedua: Orang yang terlilit utang karena untuk memperbaiki hubungan orang lain. Artinya, ia berutang bukan untuk kepentingan dirinya, namun untuk kepentingan orang lain. Dalil dari hal ini sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,

إِنَّ الْمَسْأَلَةَ لَا تَحِلُّ إِلَّا لِثَلَاثَةٍ رَجُلٍ تَحَمَّلَ بِحَمَالَةٍ بَيْنَ قَوْمٍ فَسَأَلَ فِيهَا حَتَّى يُؤَدِّيَهَا ثُمَّ يُمْسِكَ

"Sesungguhnya permintaan itu tidak halal kecuali bagi tiga orang; yaitu orang laki-laki yang mempunyai tanggungan bagi kaumnya, lalu ia meminta-minta hingga ia dapat menyelesaikan tanggungannya, setelah itu ia berhenti (untuk meminta-minta)."[17]

Ketiga: Orang yang berutang karena sebab dhoman (menanggung sebagai jaminan utang orang lain). Namun di sini disyaratkan orang yang menjamin utang dan yang dijamin utang sama-sama orang yang sulit dalam melunasi utang.[18]

Golongan ketujuh: di jalan Allah.

Yang termasuk di sini adalah:

Pertama: Berperang di jalan Allah.

Menurut mayoritas ulama, tidak disyaratkan miskin. Orang kaya pun bisa diberi zakat dalam hal ini. Karena orang yang berperang di jalan Allah tidak berjuang untuk kemaslahatan dirinya saja, namun juga untuk kemaslahatan seluruh kaum muslimin. Sehingga tidak perlu disyaratkan fakir atau miskin.

Kedua: Untuk kemaslahatan perang.

Seperti untuk pembangunan benteng pertahanan, penyediaan kendaraan perang, penyediaan persenjataan, pemberian upah pada mata-mata baik muslim atau kafir yang bertugas untuk memata-matai musuh.[19]

Golongan kedelapan: ibnu sabil, yaitu orang yang kehabisan bekal di perjalanan.

Yang dimaksud di sini adalah orang asing yang tidak dapat kembali ke negerinya. Ia diberi zakat agar ia dapat melanjutkan perjalanan ke negerinya. Namun ibnu sabil tidaklah diberi zakat kecuali bila memenuhi syarat: (1) muslim dan bukan termasuk ahlul bait (keluarga Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam), (2) tidak memiliki harta pada saat itu sebagai biaya untuk kembali ke negerinya walaupun di negerinya dia adalah orang yang berkecukupan, (3) safar yang dilakukan bukanlah safar maksiat.[20]

Memberi Zakat untuk Kepentingan Sosial dan kepada Pak Kyai atau Guru Ngaji

Para fuqoha berpendapat tidak bolehnya menyerahkan zakat untuk kepentingan sosial seperti pembangunan jalan, masjid dan jalan. Alasannya karena sarana-sarana tadi bukan jadi milik individual dan dalam surat At Taubah ayat 60 hanya dibatasi diberikan kepada delapan golongan tidak pada yang lainnya.

Begitu pula tidak boleh menyerahkan zakat kepada pak Kyai atau guru ngaji kecuali jika mereka termasuk dalam delapan golongan penerima zakat yang disebutkan dalam surat At Taubah ayat 60.

Menyerahkan Zakat kepada Orang Muslim yang Bermaksiat dan Ahlu Bid'ah

Orang yang menyandarkan diri pada Islam, ada beberapa golongan:

Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, "Sudah seharusnya setiap orang memperhatikan orang-orang yang berhak mendapakan zakat dari kalangan fakir, miskin, orang yang terlilit utang dan golongan lainnya. Seharusnya yang dipilih untuk mendapatkan zakat adalah orang yang berpegang teguh dengan syari'at. Jika nampak pada seseorang kebid'ahan atau kefasikan, ia pantas untuk diboikot dan mendapatkan hukuman lainnya. Ia sudah pantas dimintai taubat. Bagaimana mungkin ia ditolong dalam berbuat maksiat."[22]

Bersambung insya Allah pada pembahasan "Memberi Zakat kepada Kerabat".

 

Diselesaikan di Panggang-GK, 24 Sya'ban 1431 H (05/08/2010)

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.rumaysho.com



Sent from BlackBerry® on 3

Senin, 15 Agustus 2011

Kutipan hadist : ujian


Dari Anas ra., ia berkata : “Saya mendengar Rasulullah
SAW bersabda : “Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman :
“Apabila Aku menguji salah seorang hamba-Ku dengan
kubutaan pada kedua matanya kemudian ia sabar, maka Aku
akan menggantikannya dengan surga .” (HR. Bukhari)

Dari Atha’ bin Abu Ribah, ia berkata : “Ibnu Abbas ra.
berkata kepadaku : “Maukah saya tunjukkan seorang wanita
yang termasuk ahli surga ?” Saya menjawab tentu saja saya
mau. “ Ia berkata : “Adalah wanita berkulit hitam yang
pernah datang kepada Nabi SAW, waktu itu berkata :
“Sesungguhnya saya mempunyai penyakit ayan, dan aurat
saya terbuka karenanya; oleh karena itu mohonkanlah
kepada Allah agar penyakit saya sembuh.” Beliau kemudian
bersabda : “Apabila kamu mau sabar maka kamu akan masuk
surga, dan apabila kamu tetap meminta maka saya pun akan
berdoa kepada Allah agar engkau sembuh dari penyakitmu.”
Wanita itu menjawab : “Kalau begitu saya akan bersabar.”

Kemudian wanita itu berkata lagi: “Sesungguhnya aurat saya
terbuka karenanya, oleh karena itu, mohonkanlah kepada
Allah agar aurat saya tidak terbuka.”Maka Nabi pun berdoa
untuknya agar auratnya tidak terbuka.” (HR. Bukhari dan
Muslim)

Dari Abi Abdurrahman bin Abdillah bin Mas’ud ra., ia
berkata : “Seakan-akan saya masih melihat Rasulullah SAW,
sewaktu menceritakan salah seorang dari para Nabi ketika
dipukuli kaumnya sehingga berlumuran darah, dan ia
mengusap darah dari mukanya sambil berdoa : “Ya Allah,
ampunilah kaumku karena sesungguhnya mereka tidak
mengetahui.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah ra., dari Nabi SAW, ia
berkata : “Seorang muslim yang tertimpa kecelakaan,
kemelaratan, kegundahan, kesedihan, kesakitan, maupun
kedukacitaan, sampai yang tertusuk duripun niscaya Allah
akan mengampuni dosanya sesuai apa yang menimpanya .”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Ibnu Mas’ud ra., ia berkata: “Saya masuk ke
tempat Nabi SAW, waktu itu beliau sedang sakit panas.
Kemudian saya berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya
engkau benar-benar menderita sakit yang sangat panas. “
Beliau memberitahukan : “Benar, sakit panas yang saya
derita ini dua kali lipat lebih panas dari yang biasa diderita
kalian.” Saya bertanya : “Kalau begitu engkau mendapat
pahala dua kali lipat?” Beliau menjawab : “Benar, memang
demikianlah keadaannya.” “Seorang muslim yang tertimpa
suatu kesakitan, baik itu tertusuk duri maupun lebih dari itu, niscaya Allah mengampuni kesalahan-kesalahannya dan
menghapus dosa-dosanya sebagaimana daun-daun yang
berguguran dari pohon.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: “Rasulullah SAW
bersabda : “Siapa saja yang dikehendaki Allah menjadi orang
baik, maka diberikan cobaan kepadanya.” (HR. Bukhari)

Dari Anas ra., ia berkata : “Rasulullah SAW bersabda :
“Janganlah salah seorang di antara kamu sekalian
menginginkan mati karena tertimpa kesulitan. Seandainya
terpaksa harus berbuat demikian, maka ucapkanlah : “Ya
Allah, biarkanlah saya hidup apabila hidup lebih baik bagiku,
dan matikanlah saya apabila mati itu lebih baik bagiku.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Minggu, 14 Agustus 2011

Bernafas - seni

Hidup adalah seni memanfaatkan nafas, jika waktu dikategorikan dalam pemanfaatannya mungkin terdapat beberapa klasifikasi pemanfaatan waktu yg kita lalui... Mulai dari khayalan, keinginan, cita cita, perbuatan, mengangkat barang, berjalan, berdoa, sholat, beribadah dll

Namun hendaknya perbuatan tersebut 'nafasi'lah dengan:

1# rasa rindu, krn masa adala 'hidup diantara dua waktu sholat' (kerinduan utk kembali ke mesjid)

2# rasa cinta, perlawanan terhadap penderitaan (malas, sakit, sakit kepala, kecemasan, amarah, rasa marah, dll) demi utk yang dicintai yaitu Allah dan Rasulnya, shg kesakitan/penderitaan adalah kenikmatan krn sbg pembuktian, kesakitan bukanlah upaya melalaikan hati atau tujuan tetapi suatu kenikmatan dlm kesadaran

Dua rasa yg membingkai nafas shg nafas selalu dimanfaatkan menjadi nafas keimanan, amal sholeh dan nafas saling mengajak pada kebaikan.

Lailahaillaulah, muhammadarasulullah...


Sent from BlackBerry® on 3

Sabtu, 13 Agustus 2011

Q&A

KENAPA AKU DIUJI ??

QURAN MENJAWAB :
Qs. Al-Ankabut : 2-3Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: 'Kami telah beriman', sedang mereka tidak diuji lagi ?Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.

KENAPA AKU TAK MENDAPAT APA YG AKU INGINKAN ??

QURAN MENJAWAB :
Qs. Al-Baqarah : 216"Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui

" KENAPA UJIAN SEBERAT INI ??

QURAN MENJAWAB :
Qs. Al-Baqarah : 286"Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya.

" KENAPA FRUSTASI ???

QURAN MENJAWAB :
Qs. Al-Imran : 139"Jaganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang2 yg paling tinggi derajatnya, jika kamu orang2 yg beriman

" BAGAIMANA AKU HARUS MENGHADAPINYA ???

QURAN MENJAWAB :
Qs. Al-Baqarah : 45"Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan jalan sabar dan mengerjakan sholat; dan sesungguhnya sholat itu amatlah berat kecuali kepada orang-orang yang khusyuk"Tiada daya dan upaya kecuali atas pertolongan Allah semata 

APA YANG AKU DAPAT  ???

QURAN MENJAWAB :
Qs. At-Taubah : 111"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang2 mu'min, diri, harta mereka dengan memberikan jannah utk mereka...

" KEPADA SIAPA AKU BERHARAP ???

QURAN MENJAWAB :
Qs. At-Taubah : 129"Cukuplah Allah bagiku, tidak ada Tuhan selain dari-Nya. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal

" AKU TAK SANGGUP !!!!

QURAN MENJAWAB :Qs. Yusuf : 12"....dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yg kafir:)
Sent from BlackBerry® on 3

Jumat, 12 Agustus 2011

# tujuh golongan


Rasulullah saw bersabda: ” Tujuh orang yang akan dilindungi Allah dalam naungan-Nya yaitu: Imam (pemimpin) yang adil, pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah pada Allah, orang yang hatinya selalu terikat pada masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah, berkumpul karena Allah dan berpisah karena Allah pula, seorang lelaki yang dirayu oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan dan kecantikan tetapi ia menolaknya seraya berkata ‘Aku takut kepada Allah’, orang yang bersedekah sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diperbuat oleh tangan kanannya, dan seorang yang berdzikir kepada Allah sendirian lalu menitikkan airmatanya.” (HR. Bukhari Muslim)

Rabu, 10 Agustus 2011

# gratifikasi -republika

Hikmah: Mencegah Korupsi

Oleh Yuyu Yuhannah***

 

Praktik korupsi atau mengam bil harta yang bukan haknya telah menjadi hal lumrah di negeri ini. Korupsi dianggap hal yang biasa dikerjakan oleh seseorang yang memiliki kedudukan atau jabatan. Korupsi bak bahaya laten yang sukar sekali diberantas. Mati satu tumbuh seribu. Beragam jalan dikembangkan untuk memberantasnya, tetapi beragam cara pula para koruptor melakukan korupsi.

 

Rasulullah pernah bersabda: "Setiap tubuh yang berkembang dari yang haram, maka neraka lebih utama baginya," (HR Ahmad). Uang atau harta yang berasal dari korupsi tak akan memberikan manfaat dan kemaslahatan bagi kehidupan para pelaku korupsi itu. Malah sebaliknya, segala amal dan ibadah yang berbasis dari pemanfaatan harta hasil korupsi itu sungguh tak akan diterima oleh Allah karena Nabi juga bersabda: "Sesungguhnya Allah itu Thaayyib (baik), tidak menerima (suatu amal) kecuali yang baik (halal)." (HR Muslim).

 

Dalam firman-Nya, Allah SWT melarang manusia memakan harta yang bukan haknya. "Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim supaya kamu dapat me makan sebagian dan pada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui." (Al-Baqarah [2]: 188).

 

Korupsi ternyata tak hanya kali ini saja terjadi, tetapi sudah belasan abad lamanya. Dalam surat Ali-Imran, kata "korupsi" disebut sebagai ghulul yang mengandung pengertian perbuatan yang mengkhianati sebuah amanat, seperti penyalahgunaan wewenang, pemanfaatan berbagai fasilitas yang ada untuk kepentingan pribadi dan kelompok, termasuk dalam kategori korupsi ini.

 

Istilah korupsi juga dideskripsikan dengan istilah al-shut yang berarti menjadi perantara dalam menerima imbalan antara seseorang dan penguasa untuk sebuah kepentingan tertentu (al-Jashash, Ahkam Al Quran, 1405 H), yang dikuatkan dengan begitu banyaknya rujukan dalam hadis Nabi Muhammad sendiri. Nabi Muhammad menerangkan perbuatan korupsi dalam bentuknya yang komprehensif, yakni berkaitan dengan berbagai jenis korupsi seperti penyuapan (risywah), penggelapan, gratifikasi, dan sebagainya.

 

Yang menarik adalah Nabi Muhammad pun telah mempunyai beberapa strategi untuk melakukan pemberantasan korupsi di masanya. Caranya adalah dengan melakukan pemeriksaan kepada para pejabat seusai melakukan tugas. Lebih lanjut ditegaskan bahwa Rasulullah tak akan melindungi, menutupi, atau menyembunyikan para pelaku korupsi sehingga akan berdampak pada minimalnya perilaku korupsi karena merasa tak dilindungi oleh penguasa.

 

Memang dihubungkan dalam konteks kekinian, di mana perilaku korupsi telah terpolarisasi dalam beragam bentuknya sehingga makin menyulitkan dalam upaya pemberantasannya. Namun, bukan berarti masalah korupsi ini tak bisa dituntaskan. Kuncinya adalah kemauan dan penegakan hukum secara konsisten, transparan, dan tanpa pandang bulu menjadi instrumen penting negara jika ingin terbebas dari aktivitas korupsi dalam beragam bentuknya.(Repiblika Edisi Senin)

 

 

 

Teddy Bariadi

Ast Manager, Operation Planning & Controlling

Operasi LPG & Produk Gas - Pemasaran & Niaga, PERTAMINA

ph. 081111 9134

 

***** This message may contain confidential and/or privileged information. If you are not the addressee or authorized to receive this for the addressee, you must not use, copy, disclose or take any action based on this message or any information herein. If you have received this communication in error, please notify us immediately by responding to this email and then delete it from your system. PT Pertamina (Persero) is neither liable for the proper and complete transmission of the information contained in this communication nor for any delay in its receipt. *****

Minggu, 07 Agustus 2011

Bernafas -makna

Kita hanya menjalani hidup, setiap detik berlalu, setiap nafas berhembus, dan setiap waktu kita merasakan suatu rasa, semua nya di harapkan ada dalam tahapan besar, target rencana yg layak, sesuatu bagian dari cita cita hidup yg besar di masa yang akan datang, namun benarkah begitu?

Sesungguhnya makna hidup kita bukan ditentukan dari besarnya harapan atau 'tegang'nya kita memikirkannya, tetapi (insyaAllah) berdasarkan dari setiap detik kita menjalani nafas kita. Selalu bingkailah waktu kita dgn 3 makna waktu, iman, amal dan saling mengajak pada kebaikan.

Janganlah terlalu muluk pada target besar yg sdg di garap, orang orang di sekitar kita yg berhimpitan dalam KRL, teman teman kerja saat rapat, istri kita saat berdua, anak kita saat kita bermain adalah target2 real yg benar benar harus di bingkai dalam 3 makna waktu tadi. Sisanya kita bekerja dgn bidang kita sebaik mungkin.

Semoga Allah memberikan jalan dan kekuatan atas semua yg kita kerjakan shg Allah suatu saat melihat bahwa amalan kita adalah amalan yang diizinkan atas ridho nya utk menyelematkan kita, amiin

Bernafas -Tujuan

Kita hanya menjalani hidup, setiap detik berlalu, setiap nafas berhembus, dan setiap waktu kita merasakan suatu rasa, semua nya di harapkan ada dalam tahapan besar, target rencana yg layak, sesuatu bagian dari cita cita hidup yg besar di masa yang akan datang, namun benarkah begitu?

Sesungguhnya makna hidup kita bukan ditentukan dari besarnya harapan atau 'tegang'nya kita memikirkannya, tetapi (insyaAllah) berdasarkan dari setiap detik kita menjalani nafas kita. Selalu bingkailah waktu kita dgn 3 makna waktu, iman, amal dan saling mengajak pada kebaikan.

Janganlah terlalu muluk pada target besar yg sdg di garap, orang orang di sekitar kita yg berhimpitan dalam KRL, teman teman kerja saat rapat, istri kita saat berdua, anak kita saat kita bermain adalah target2 real yg benar benar harus di bingkai dalam 3 makna waktu tadi. Sisanya kita bekerja dgn bidang kita sebaik mungkin.

Semoga Allah memberikan jalan dan kekuatan atas semua yg kita kerjakan shg Allah suatu saat melihat bahwa amalan kita adalah amalan yang diizinkan atas ridho nya utk menyelematkan kita, amiin

Jumat, 05 Agustus 2011

Bernafas -detak

Seringkali dalam keheningan atau kesendirian atau bahkan dalam kesibukan kerja saat dikejar target, sesaat tercenung dalam ritme nafas sendiri, mendengarkan hembusan nafas sendiri, lalu berpikir apakah makna dari semua yang sedang dikerjakan? Apakah cukup berarti? Apakah nafas kita di "kejar" degup jantung yang ritme nya jauh lebih cepat? Kadang degup jantung kita adalah refleksi atas "kenginan duniawi" yang memburu kita, kadang sampai utk bernafas sesuatu yang melelah.

Sudah waktunya jantung mengikuti perintah nafas kita, nafas kita kita bingkai dalam ruang waktu dan keinginan yang hakiki yaitu: penyerahan diri, ihsan dengan bernafas dalam dzikir, sebagai refleksi keimanan. Sehingga waktu tdk membunuh kita.

Sehingga waktu bisa dijalani dalam kerangka 3 bentuk sikap, yaitu memanfaatkan waktu dalam keimanan, memanfaatkan waktu dalam amal sholeh dan saling mengajak pada kebaikan.

Aturlah nafas hidup kita dalam tiga bingkai target di atas.

Demi waktu, semoga kita bukanlah golongan yg merugi, sebagaimana disebut dalam surat Al Asri

Amiin

Senin, 01 Agustus 2011

Bernafas -simple


Menjalani hidup atau meniti waktu dengan nafas yang lurus, khusyu, simple, sederhana, tdk terlalu muluk atau cita cita tinggi, yang penting fokus dan berkontribusi sebaik baiknya bagi lingkungan dan pekerjaan yg sdg di garap.

Fokus pada "iman" dan "amalan sholeh", mengingat Allah diantara dua waktu sholat, serta saling mengajak pada kebaikan. Dan bekerja sebaik mungkin, sisanya bernafaslah dgn "biasa", bernafaslah dgn perasaan "biasa" dan berkeinginanlah sesuai ridho Allah.

Semoga hal tersebut merupakan bagian dari jalan yg orang orang yang diberi nikmat.

Amiin
Sent from BlackBerry® on 3

# dermawan

"Maafkanlah kesalahan orang yang murah hati (dermawan). Sesungguhnya Allah menuntun tangannya jika dia terpeleset (jatuh). Seorang pemurah hati dekat kepada Allah, dekat kepada manusia dan dekat kepada surga. Seorang yang bodoh tapi murah hati (dermawan) lebih disukai Allah daripada seorang alim (tekun beribadah) tapi kikir".(HR. Ath-Thabrani)

Sent from BlackBerry® on 3